Asshiddiqiyah Jakarta Kembali Gelar Perayaan Hari Batik, Pahlawan dan Hari Guru


AMC -Salah satu kebiasaan yang dilakukan di Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta adalah menjadikan perayaan hari batik, pahlawan dan guru dalam satu acara. Tahun ini, perayaan tersebut digelar sehari setelah hari guru Nasional. Perayaan bisa diadakan sebab dua hal, yaitu karena tadhiyah (pengorbanan) dan adanya mahabbah (rasa cinta).

“Kita merayakan seseuatu berarti mengingat pengorbanan-pengorbanan yang telah lalu. Batik menjadi simbol kekuatan bangsa, simbol cinta dan karakter dan jati diri bangsa. Karya seni ini dibuat agar menjadi satu identitas bangsa Indonesia. Selain itu, pengorbanan para pahlawan dalam menjaga bangsa Indonesia dan pengorbanan guru yang berjuang untuk mencerdaskan bangsa menjadi sesuatu yang penting untuk selalu kita ingat, ungap khadimul ma’had, KH. Ahmad Mahrus Iskandar saat memimpin upacara peringatan Hari Batik, Pahlawan dan Hari Guru, Selasa, (26/11).

Dalam kesempatan tersebut, Gus Mahrus menceritakan bagaimana pengorbanan yang dilakukan Hisyam bin Abdul Malik saat berguru pada salah satu sahabat Nabi yaitu Anas bin Malik. Agar bisa berguru kepada Anas bin malik, orang tua Hisyam rela menjual rumah mereka. Pengorbanan itu tentu tidak mudah, namun, demi anak tercintanya mereka rela melakukan hal ini.

Singkat cerita, akhirnya Anas menerima Hisyam sebagai muridnya setelah melalui lima belas cambukan sebab Anas tidak mau menerimanya karena usianya yang masih belia. Melihat kegigihan anak tersebut, Anas pun meminta maaf padanya dan menanyakan kepada Hisyam terkait ilmu apa yang ingin ia pelajari. Akhirnya, Hisyam meminta agar dalam setiap cambukan, Anas mengajarkan padanya satu buah hadis.

Alasan kedua karena adanya mahabbah (cinta). Imam Syazdzili menjelaskan, jika gurunya al-Imam al-Masyisy berkata,  bizikri ni’mah yuurist al-mahabbah, wa bi wujud al-mahababah wujudil ‘ilmi, wa wujud al-‘ilmi bi wujud al-‘alim”, artinya, “Semakin kita tahu nikmat itu maka akan semakin besar cinta di dalamnya. Semakin besar cinta dalam diri maka akan semakin besar ilmu yang ingin kita cari. Semakin besar ilmu yang ingin kita cari maka akan semakin besar pengorbanan mencari jati diri dengan mencari guru sejati.”

“Guru menjadi pahlawan dan pahlawan adalah guru kita. Dari pahlawan kita belajar arti cinta dan pengorbanan. Mereka berkorban demi bangsa dan negara, ilmu dan agama. Jika ingin suatu saat dikenang, jika ingin mendapatkan manfaat hingga kubur maka lakukan sesuatu dengan pengorbanan dan rasa cinta hingga kelak akan dikenang sepanjang masa,” pungkasnya.

Acara ini dihadiri oleh semua dewan guru dan santri Ashiddiqiyah Jakarta. Setelah upacara, acara ini dilanjutkan dengan penampilan-penampilan santri yang mencakup: musikalisasi puisi, paduan suara, tarian tradisional, persembahan lagu dan drama kolosal bertajuk Sultan Mataram Agung dan fashion show batik dari santri. (Robiah)

Share on Google Plus

About Asshiddiqiyah Media Center

Pondok Pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada Bulan Rabiul Awal 1406 H ( Bulan Juli 1985 M ) oleh DR. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ. Dalam kapasitasnya sebagai lembaga Pendidikan, Keagamaan, dan Kemasyarakatan, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah senantiasa eksis dan tetap pada komitmennya sebagai benteng perjuangan syiar Islam. Kini dalam usianya yang lebih dari seperempat abad, Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka 12 Pesantren yang tersebar di beberapa daerah di pulau Jawa dan Sumatra.

0 komentar :