Dikutip dari buku Saksi Kebajikan Sang Kiai yang berisi
banyak sekali testimoni hidup Abah Noer oleh beberapa tokoh penting, dikisahkan
bahwa di balik kesuksesan Abah Noer, hal ini tak lepas dari kegigihan beliau
dalam berjuang memberi yang terbaik kepada umat. Abah juga merupakan sosok yang
selalu istiqomah dalam bersedekah dan dermawan kepada siapapun yang membutuhkan
bantuan, memiliki pemikiran yang maju dan sosok yang inspiratif dalam
mengembangkan pesantren (khususnya ekonomi pesantren), dan yang tak kalah
penting adalah beliau merupakan ahli silaturahmi.
Sosok Yang Supel, Mudah Bergaul, dan Sangat Memerhatikan
Silaturahmi
Sangat memerhatikan kepada silaturahmi, Kiai Noer menjadi sosok
yang sangat dikenal di kalangan kiai dan para ulama NU. Demikian yang
disampaikan KH. Machin Toha – Pengasuh pesantren Darussalam Lirboyo ketika
memberikan testimoni hidup Abah Noer pada acara haul ke-3 KH. Noer Muhammad Iskandar pada November lalu.
“Kiai Noer Muhammad ini orangnya tekun dan sangat
memperhatikan kepada silaturahmi,” sebut Kiai Machin.
Menurut Kiai Machin yang merupakan teman seperjuangan dan sahabat Abah
Noer, kebiasaan Abah Noer yang suka nyambang dan membantu para ulama dan kiai
sudah dilakukan sejak masih berada di pesantren Lirboyo. Dan kepribadian beliau
ini ternyata juga turun dari orang tua beliau – KH. Askandar yang dulunya juga
akrab dengan para masyayikh Lirboyo dan sering membantu pondok baik dengan harta
maupun tenaga.
Kebiasaan tersebut ternyata menurun kepada Abah Noer, sehingga beliau
akrab sekali dengan para masyayikh Lirboyo, mulai dari KH. Mahrus Aly, KH.
Marzuki, dan para dzurriyah serta gus-gus Lirboyo pada saat itu. Seperti Gus
Idris, Gus Arman Mansur, Gus Aziz Mansur, Gus Mahsum, dan putra kiai yang
lainnya. Oleh karena itu, beliau disebut sebagai salah seorang santri yang berhasil merebut simpati para masyayikh-nya. Di mana kemudian para masyayikh itu
juga tidak akan melupakan Abah Noer. Inilah salah satu yang disebut-sebut menjadi
sumber barakah Abah Noer.
“Menurut keterangan, santri yang hinggap di hati para masyayikh, insyaallah santri yang barakah. mulai dari orang tua Gus Noer, Gus Noer, dan
mudah-mudahan sampai dzuriyah-nya. 'Mawaddatul Abaa Qarabatun Bainal Abna', di mana cinta
kasih para orang tua diteruskan dengan kedekatan putra-putranya,” sambung Kiai
Machin Toha.
Tak sampai di situ, dikisahkan juga oleh KH. Ahmad Kafabihi Lirboyo
pada kesempatan yang sama bahwa KH. Noer Muhammad berangkat dari Lirboyo ke
Jakarta itu tanpa modal, selain hanya modal ilmu dan tekad keberanian. Namun,
walaupun hanya bermodalkan ilmu dan keberanian, Abah Noer mantap tinggal di
Kedoya pada saat itu karena didukung oleh para habaib dan masyayikh yang
berhasil direbut hatinya oleh Abah Noer. Dan berkat kepribadian beliau yang supel
dan suka bergaul dengan orang lain, Abah Noer mampu menarik simpati masyarakat
untuk mendukung pembangunan pesantren pertama beliau, yakni pondok pesantren
Asshiddiqiyah Pusat yang berada di Kedoya Utara, Kebon Jeruk.
Kebiasaan me-nyambang para ulama ini pula yang sampai saat ini masih
terus dijaga dan diteruskan oleh Khadimul Ma’had Asshiddiqiyah Pusat – KH.
Ahmad Mahrus Iskandar. Sehingga tali persaudaraan dan kekerabatan antar kiai
dan ulama masih terjalin dengan baik, terutama para kiai yang berhubungan baik
dengan Abah Kiai Noer Muhammad Iskandar, SQ. (Wndd)
0 komentar :
Posting Komentar