“Penjagaan
zahir, seperti menjaga kesehatan dari penyakit yang timbul dari perut, seperti magh,
atau asam lambung. Adapun penjagaan secara batin, seperti memilah dan memilih
makanan yang akan dimasukkan ke dalam perut. Terkait halal, haram, dan subhatnya," tutur KH Ahmad Mahrus Iskandar dalam kegiatan rutinan Mahasantri “Ngaji Kitab
Minhaj al-‘Abidin Karya Imam al-Ghazali,” di Pesantren Asshiddiqiyah, Jakarta,
Senin malam, (29/06).
Makanan
dan minuman yang halal dan haram sudah jelas dalam al-Qur’an dan hadis. Berbeda
dengan yang subhat, yang masih samar hukumnya. Karenanya, penting bagi kita
saat menemukan sesuatu yang subhat untuk meyakininya terlebih dahulu.
“Jika
masuk dalam perkara yang subhat, maka harus diyakini terlebih dulu. Jangan
mencari-cari atau menelitinya dulu, karena nanti hukumnya bisa berubah menjadi
sesuatu yang jelas. Berhati-hatilah dalam perkara subhat, khususnya yang
mengarah pada keharaman. Jika ia, katakan iya, jika tidak maka katakana tidak.
Jika telah meyakini salah satu keduanya, berarti kamu siap untuk menerima
konsekuensi yang datang setelahnya," tegas beliau.
Tidak
hanya sesuatu yang haram atau subhat saja, perkara halal yang dilakukan secara
berlebihan (tidak pada tempatnya) juga tidak baik dilakukan. Misalnya, ketika
seseorang sudah makan, kemudian dapat undangan makan lagi, maka ia tetap
mengambil kesempatan itu. Padahal perutnya saat itu sudah sangat kenyang. Karena
hal itu akan mendorong seseorang malas untuk melakukan aktivitas.
“Makanan
atau minuman yang dikonsumsi memberi dampak yang sangat besar untuk tubuh.
Misalnya, mampu menambah semangat, kekuatan atau bahkan menyebabkan penyakit,"imbuh Khadimul Ma’had.
Diantara alasan pentingnya menjaga perut adalah menjaga diri dari api neraka. Sebagaimana dalam firman Allah SWT,
"Sesungguhnya orang-orang yang memakan
harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api sepenuh
perutnya dan mereka akan masik ke dalam api yang menyala-nyala.”
“Ayat
ini memiliki kolerasi dengan mengonsumsi harta yang haram (dalam hal pengqiyasan).
Ia memiliki dua illat yang sama. Jika memakan harta anak yatim illatnya
mengambil harta tersebut dengan cara yang zalim. Maka harta yang haram illatnya
karena memakan sesuatu yang sudah jelas keharamannya, seperti anjing dan babi," jelas Gus Mahrus Iskandar.
“Jangan
meremehkan hal-hal yang masuk ke dalam tubuh, meski pun hal itu terlihat kecil
atau biasa-biasa saja. Karena, makanan yang dikonsumsi akan menjadi benih
akhlak. Jika konsumsi kita baik maka akan menghasilkan akhlak yang baik begitu
juga sebaliknya" pungkas beliau. (Robiah)
- Tulisan ini merupakan catatan ringkas Kajian Kitab Minhajul Abidin yang diampu oleh KH. Mahrus Iskandar, B.Sc (Khadimul Ma'had Asshiddiqiyah Jakarta) secara rutin tiap Senin malam.
0 komentar :
Posting Komentar