Hal ini disampaikan dalam pengajian kitab Minhajul ‘Abidin di Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Senin (21/2).
“Adab (etika) pandangan itu mencakup dua, pertama menjaga pandangan secara zahir seperti menghindari melihat aurat, kedua menjaga pandangan batin dengan menjauhi pikiran atau perasaan negatif,” kata Khadimul Ma’had.
Mendasari paparannya, Khadimul Ma’had mengutip salah satu nasihat ulama yang berbunyi, “Su’u nadzratidz dzahir bil ma’ashil muharramat wa su’u nadzratil bathin bilkhawatir” (jeleknya pandangan mata zahir dengan berbuat maksiat, sementara jeleknya mata batin adalah dengan berpikiran negatif).
Terkait menjaga pandangan, Khadimul Ma’had menyampaikan kisah Imam Syafi’i yang mengalami masalah hafalan. Begitu Imam Syafi’i mengadu ke gurunya, Syekh Waki’, kata sang guru, gangguan yang dialami muridnya tersebut akibat maksiat mata yang ia lakukan, yaitu melihat betis wanita secara tidak sengaja.
Berkaitan dengan kisah ini, Imam Syafi’i menggubah syair berikut:
شَكَوتُ إِلى وَكيعٍ سوءَ حِفظي # فَأَرشَدَني إِلى تَركِ المَعاصي
وَأَخبَرَني بِأَنَّ العِلمَ نورٌ # وَنورُ اللَهِ لا يُهدى لِعاصي
Artinya: “Aku mengadu kepada Waki’ tentang buruknya hafalanku. Maka beliau menasihatiku agar meninggalkan maksiat. Beliau memberitahuku bahwa ilmu adalah cahaya. Dan cahaya Allah itu tidak diberikan kepada pelaku maksiat.”
0 komentar :
Posting Komentar