"Sepak terjang
guru kita, Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar di dalam kehidupannya, yang bisa saya
simpulkan hanya satu, yaitu beliau tidak pernah lelah berjuang li i'lai
kalimatillah," ujarnya mengawali testimoni.
Satu kalimat ini
kemudian ia jelaskan bahwa setiap gerakan perjuangan yang dilakukan Abah Noer diperuntukan untuk agama Allah. Mulai
dari bidang tarbiyah, dari sinilah Abah Noer memulai dakwahnya. Yakni dengan
pendirian pesantren maupun terhadap masyarakat luas. Terbukti dengan adanya
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang
mencapai 12 cabang di seluruh Indonesia hingga saat ini.
"Apabila
seseorang itu memiliki ilmu pendidikan yang cukup, hifdzuddin, tafaqquh fiddin,
maka ini adalah bekal yang tidak akan pernah putus apabila itu dita’limkan
kepada sesamanya. Tapi semua itu tidak cukup.” Lanjutnya lagi, "Kesalehan itu harus diwujudkan juga
dalam kesalehan sosial, yaitu melalui peningkatan ekonomi. Memang orang yang
ahli agama banyak, tetapi kalau kemandirian ekonomi tidak menyertai dalam
kemandirian dan kedalaman kita di dalam tafaqquh fiddin maka bisa jadi apa yang
menjadi kesalehan individual itu tidak sempurna.”
Abah Noer mengajarkan tarbiyah dan kemandirian ekonomi harus sama-sama diperjuangkan agar
menjadi umat yang mandiri dan tidak bisa diombang-ambingkan oleh kepentingan
orang lain. Selanjutnya di
bidang politik, dibimbing oleh Gus Dur, Abah Noer dan Kiai Kholil, sebagai anggota partai politik ia diajarkan untuk selalu menjunjung tinggi dan memperjuangkan nilai-nilai keagamaan dalam
sistem kenegaraan.
Wafat pada Ahad (13/12/2020) pukul 13.41 WIB di RS. Siloam Jakarta Barat pada usia 65 tahun. Semasa hidupnya, Kiai Noer gemar 'ngopeni' orang yang tidak mampu. Maka, semua perjuangan Abah Noer yang kita rasakan saat ini merupakan ladang amal jariyah yang akan terus mengalir kepada beliau. Allahumaghfir lahu warhamhu wa’afihi wa’fu ‘anhu. (Mila/L)
0 komentar :
Posting Komentar