AMC - Ketika mendengar kata laboratorium yang terbersit dalam benak ialah ruangan penuh dengan alat-alat percobaan untuk menghasilkan sesuatu yang baru. Nah, lalu apa hubungannya puasa dengan laboratorium?
Prof. Dr. Abdul Aziz Muhammad Azzam dan Prof. Dr. Abdul
Wahhab Sayyed Hawwas dalam Al-Wasith fi al-Fiqh Ibadat menjelaskan bahwa
puasa bak laboratorium ketakwaan umat Islam. Laboratorium merupakan tempat atau kamar dan sebagainya tertentu
yang dilengkapi dengan peralatan untuk mengadakan percobaan (penyelidikan dan
sebagainya) terhadap sesuatu. Jadi, puasa merupakan
laborastorium pribadi umat Islam untuk mengadakan penyelidikan dan pendalaman
terhadap dirinya sendiri tentang ketakwaannya kepada Allah yang mana hasilnya
diketahui oleh Allah dan pribadi masing-masing. Laboratorium
puasa ini tidak lain untuk memperbarui dan memperbaiki iman dan takwa
seseorang, sehingga dapat menjadi pribadi yang lebih baik lagi di tahun
selanjutnya.
Berbagai aspek yang diuji
dalam laboratorium puasa di antaranya;
Pertama, puasa merupakan
bentuk latihan manusia agar takut kepada Allah, baik di depan khalayak atau
ketika sedang sendirian.
Kedua, puasa mengalahkan
hawa nafsu dan mengendalikannya sesuai ketentuan syariat.
Ketiga, puasa meningkatkan
rasa empati dan kasih saying sesame manusia, terlebih kepada orang yang kurang
mampu. Dengan puasa, umat Islam dilatih dengan rasa lapar dan dahaga agar
mengetahui apa yang dirasakan oleh orang-orang yang kesulitan mencari makan.
Keempat, puasa menghilangkan
zat-zat berbahaya dalam tubuh yang tidak terbakar karena kurangnya aktifitas.
Sebagai agama yang rahmatan lil alamin, hal ini dijelaskan dalam hadits
Rasulullah SAW. Beliau bersabda, “Puasalah kalian, niscaya kalian sehat.”
Beberapa peneliti Eropa juga mengatakan berpuasa selama sebulan dapat
menghancurkan racun yang tersimpan dalam tubuh setahun sebelumnya.
Kelima, puasa melatih
kesabaran. Ketika perut kosong sering kali kesabaran turut berkurang. Nah, di
sini umat Islam dilatih untuk sabar dalam menghadapi berbagai hal walau tubuh
dalam keadaan lapar.
Dalam QS. Al-Anfal ayat 48
Allah berfirman, “Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu
menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah
beserta orang-orang yang sabar.” Orang yang sabar selama
berpuasa merupakan orang yang kuat karena puasa tidak hanya puasa jasmani,
namun juga puasa rohani.
Dari
sisi rohani, Imam Al-Ghazali dalam Ihya Ulumuddin menjelaskan bahwa derajat manusia
berada di antara malaikat dan binatang. Derajat manusia di bawah malaikat
karena manusia diliputi oleh hawa nafsu. Sedangkan di sisi lain, derajat
manusia lebih tinggi dari binatang karena dapat mengalahkan hawa nafsunya
dengan cahaya akal pikiran.
Dengan melakukan ibadah puasa, manusia diuji untuk
mujahadah mengekang hawa nafsunya. Jika ia terbuai oleh hawa nafsu dan
mengabaikan perintah Allah, maka ia jatuh ke derajat yang paling rendah. Namun,
jika ia dapat menahan hawa nafsunya
dengan penuh iman dan takwa kepada Allah, maka ia dapat mencapai derajat
makhluk yang paling tinggi, yakni derajat malaikat.
Kebaikan puasa dari sisi jasmani dan rohani ini saling
bertautan. Ibnu Qayim menjelaskan, “Puasa memiliki pengaruh dan potensi yang
luar biasa dalam memelihara anggota badan dari memakan barang yang merusak
kesehatan. Puasa memelihara kesehatan jiwa dan raga, dan mengembalikan
kepadanya apa yang telah dirampas oleh
kekuatan hawa nafsunya. Puasa adalah media yang paling baik untuk membantu
mencapai takwa.”
Ibnu Qayim meringkas tujuan puasa di antaranya; mengekang
dan menundukkan hawa nafsu, mendapat kenikmatan hakiki, merasakan lapar dan
dahaga sebagaimana fakir miskin sering rasakan, mempersempit jalan syaitan
untuk menggoda manusia melalui makanan dan minuman, serta mengendalikan
kekuatan tubuh untuk hal-hal yang bermanfaat dalam mendekatkan diri kepada
Allah.
Mari
meningkatkan kualitas ibadah puasa kita. Semoga Allah SWT. menerima ibadah
puasa yang telah kita lakukan. Amiin. (Lail – Dari berbagai sumber)
0 komentar :
Posting Komentar