AMC - Bagi para penyelam ilmu tasawuf,
tentu tak asing dengan nama Syekh Sirri as-Saqathi. Beliau adalah guru sekaligus paman Imam Junaid
al-Baghdadi, tokoh tasawuf masyhur dalam kajian tasawuf. Nama lengkap beliau
adalah Abi al-Hasan Sarri ibn al-Mughilis as-Saqathi. Disamping itu beliau juga
murid Ma’ruf Al-Karkhy. Kesalehan dan kegigihan Syekh Sirri As Saqathi dalam
beribadah bukan menjadi suatu hal yang baginya.
Ia dikenal sebagai ulama besar dengan kemampuan
ilmu pengetahuan yang belum ditemukan bandingannya . Ia menguasai ilmu hadits,
ilmu fikih, ilmu sejarah, ilmu tasawuf, ilmu kalam dan filsafat. Beliau ahli
ilmu yang juga ahli amal serta gemar menghabiskan waktunya hanya untuk
beribadah dan bermunajat kepada Allah SWT.
Hal itu diakui oleh keponakan sekaligus muridnya,
Syekh Junaid al-Baghdady yang kelak menjadi penggantinya. Syekh Junaid
Al-Baghdady pernah berkata “Aku tidak melihat seorang yang lebih hebat
ibadahnya daripada Syekh Sirri as-Saqathi. ” Selama 98 tahun beliau tidak
pernah berbaring kecuali pada saat sakit jelang wafatnya. Artinya Sirri
as-Saqathi ra senantiasa beribadah kepada Allah swt baik siang atau malam hari.
Beliau tidur dalam keadaan duduk, sehingga wudhunya tidak batal. Beliau
mendapat julukan dari masyarakat dan muridnya, al-Mughilis, sebab beliau tidak
pernah keluar rumah kecuali hanya untuk beribadah.
Syekh Sirri al-Saqathi pernah berkata, ”Sudah 30
tahun aku beristighfar kepada Allah hanya karena ucapan alhamdulillah yang
pernah kuucapkan dahulu.” Tentu hal ini membuat banyak orang bingung sehingga
bertanya kepadanya, ”Bagaimana itu bisa terjadi?.”
Syekh Sirri berkata, ”Saat itu aku memiliki
toko di Baghdad. Lalu suatu hari aku mendengar berita bahwa pasar Baghdad
hangus terbakar dan tokoku berada di pasar tersebut. Aku bergegas ke sana untuk
memastikan apakah tokoku terbakar atau tidak. Seseorang lalu memberitahuku,
”Api tidak membakar tokomu”. Aku pun berseru, ”Alhamdulillah!” Namun tak lama
kemudian aku pun berpikir, ”Apakah hanya engkau saja yang berada di dunia ini?
Walaupun tokomu tidak terbakar, bukankah toko-toko orang lain banyak yang terbakar.
Ucapan alhamdulilah menunjukkan bahwa engkau bersyukur bahwa api tidak membakar
tokomu. Namun lantas engkau telah rela toko-toko orang lain terbakar, asalkan
tokomu tidak terbakar! Lalu aku pun terus berkata kepada diriku sendiri, ”Tidak
adakah sedikitpun perasaan sedih di hatimu atas musibah yang menimpa banyak
orang, wahai Sirri?” Disini Sirri mengambil dari hadits Nabi, ”Barang siapa
melewatkan waktu paginya tanpa memerhatikan urusan kaum muslimin, niscaya
bukanlah ia termasuk dari kaum muslimin”. Sudah 30 tahun aku beristighfar atas
ucapan alhamdulillah itu.
Akhirnya harta bendanya yang tersisa dikeluarkan
dan dibagikan kepada masyarakat yang terkena musibah, terutama untuk anak yatim
dan fakir miskin. Dari hal tersebut, ada baiknya kita menjadikan akhlak Syekh
Sirri Saqathi ra sebagai suri tauladan kita dalam kehidupan sehari-hari.
Kisah renungan diri Sirri al-Saqathi 30 tahun lalu
merupakan contoh sifat mementingkan diri sendiri. Cinta diri seperti ini
meniadakan segala bentuk perhatian pada orang lain. Orang yang mementingkan
diri sendiri hanya menghendaki segalanya bagi dirinya sendiri, memberi bukanlah
hal yang membahagiakan, sedangkan menerima adalah hal yang begitu menyenangkan.
Dunia hanya dipandang dari segi apa yang dapat dia peroleh. Orang yang seperti
ini tak mampu melihat apapun selain dirinya. Dia menilai orang lain hanya dari
sisi seberapa besar kemanfaatan orang tersebut untuk dirinya. Pada intinya
orang seperti ini tidak memiliki kemampuan untuk mencintai orang lain.
Syekh Sirri As-Saqathi Ra. memiliki perhatian
yang luar biasa besar terhadap peringatan Maulid Nabi Muhammad saw. Suatu
waktu, beliau pernah menuturkan :
“Barang siapa mendatangi tempat yang dibacakan
Maulid Nabi, maka ia telah mendatangi taman Surga, sebab tujuannya mendatangi
majelis itu tak lain ialah untuk mengungkapkan rasa cintanya kepada Rasulullah
saw.”
Sedangkan Rasulullah saw bersabda : “Barang siapa
mencintaiku, maka dia bersamaku di Surga” (Abu Bakar Bin Muhammad Syatha
Ad-Dimyathi, I’anathuth Thalibin Darul Fikr, juz 3, hal 255)
Syekh Sirri Saqathi al-Mughilis adalah sosok
guru yang luar biasa bagi murid-muridnya. Beliau sangat peduli kesejahteraan
sesama, tidak pernah makan kecuali bersama fakir miskin, tidak pernah meminta
tetapi tidak pernah menolak jika diberi, mudah bergaul dengan berbagai
kalangan, dekat dengat rakyat dan disegani pejabat. Begitu istimewanya beliau
yang tak pernah memanfaatkan sedikitpun kedekatannya dengan pejabat untuk
kepentingan duniawi. Sebut saja Ahmad Yazid, raja masa itu yang berubah
akhlaknya menjadi raja yang mencintai kesalehan setelah mendengarkan khutbah
Sirri as-Saqathi ra.
Pesan Syekh Sirri as-Saqathi kepada Syekh Junaid
al-Baghdady, saat al-Junaidi menanyakan jalan pintas agar masuk surga. Syekh
Sirri kemudian menjelaskan cara pintas agar mudah masuk ke surga yaitu jangan
meminta dan jangan mengharapkan sesuatupun dari seseorang, juga jangan menahan
sesuatupun untuk diberikan kepada orang lain. (Maulida - disarikan dari “Warisan
Para Aulia” Fariduddin Al-Attar dan sumber lainnya).
____________________
____________________
Info Pendaftaran santri baru :
Ustdzh. Faizatul Islamiyah : 085781237226
Ustdzh Robithoh : 081310855949
Ustdzh. Faizatul Islamiyah : 085781237226
Ustdzh Robithoh : 081310855949
Follow Us :
Instagram : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Twitter :@asshiddiqiyah01
Fanspage : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
You Tube : Asshiddiqiyah Official
Instagram : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Twitter :@asshiddiqiyah01
Fanspage : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
You Tube : Asshiddiqiyah Official
0 komentar :
Posting Komentar