AMC - Tradisi pesantren memang diakui telah melahirkan subkultur, namun hal itu bukan berarti ia adalah 'badan otonom' yang keberadaannya tidak boleh disentuh oleh arus pergeseran maupun perubahan dari luar. Karena eksistensi pesantren pasti memiliki banyak kepentingan untuk mendapatkan relevansi sosiologis supaya dapat tetap terus eksis di tengah peradaban.
Akibat gencarnya globalisasi, mau tak mau pesantren dituntut untuk menerima perubahan dengan tetap teguh berpegang pada tradisinya. Pesantren Tebuireng merupakan salah satunya, pendidikannya telah melewati 'fase reformasi' tanpa menanggalkan sisi tradisionalnya.
George Makdisi berpendapat bahwa struktur nalar Arab Islam telah banyak mempengaruhi tradisi keilmuan dan moralitas pesantren, karena memang nilai dan keilmuan universalnya berasal dari produk pemikiran Arab-Islam abad klasik pertengahan.
Ada dua argumen yang sekiranya memperkuat pendapat ini, yaitu pendapat Martin Van Bruinessen bahwa alasan utama lahirnya pesantren adalah untuk mentransmisikan produk pemikiran klasik Islam. Lalu pendapat Gus Dur bahwa dilihat dari segi pendidikan, peran kitab klasik (kitab kuning) adalah untuk menginformasikan kepada para santri, yang tak hanya membahas tentang yurisprudensi di masa lalu atau pembahasan hakikat ibadah kepada Tuhan, namun lebih luas pula para santri diajarkan untuk berperan aktif dalam masyarakat di kehidupan yang akan datang.
Pesantren dalam dinamika sejarahnya dikatakan berhasil mengukir prestasi dan memiliki ciri khas, terutama dalam hal pendalaman tafaqquh fi ad-din, pelestarian nilai agama seperti keikhlasan dan ikatan persaudaraan. Pesantren juga lebih mengutamakan efek sosial daripada efek peradaban, lahirnya pemimpin yang berpengaruh dalam masyarakat, juga terfokus pada penyebarluasan dakwah Islam yang menjadikan umat Islam sebagai mayoritas penduduk Indonesia.
Sebagaimana telah kita ketahui bahwa elemen pesantren terdiri dari pondok, masjid, pengajaran kitab klasik Islam, santri serta kiai, keilmuan yang dipelajari di pesantren pun diklasifikasikan menjadi ilm al-muamalah (ilmu zahir, membahas keselamatan badan) dan ilm al-mukasyafah (ilmu batin, membahas keselamatan hati atau jiwa).
Dari klasifikasi ilmu tersebut erat kaitannya dengan pesantren dan filosofinya tentang ilmu, jiwa manusia, dan amal yang menjadi pondasi peribadahan kepada Allah swt dalam proses pendakian puncak spiritual. Pola tersebut membuat pesantren unggul dalam membentuk tata nilai yang dipegang oleh ilmu lahir, yaitu hukum fikih lalu diikuti ilmu batin, yaitu tasawuf. Menukil pernyataan Imam Malik bin Anas, "Barangsiapa mempelajari tasawuf tanpa fikih, maka ia telah zindiq. Dan barangsiapa yanh mempelajari fikih tanpa tasawuf, maka ia tersesat. Dan barangsiapa yang mempelajari tasawuf disertai fikih, maka ia meraih kebenaran dan realitas dalam Islam." (Lyda, bersumber dari buku Pendidikan Islam Transformatif karya Mahmud Arif).
Santri putri selesai melaksanakan manasik haji. |
____________________________
Info Pendaftaran santri baru :
Ustzh. Faizatul Islamiyah : 085781237226
Ustdzh Robithoh : 081310855949
Ustzh. Faizatul Islamiyah : 085781237226
Ustdzh Robithoh : 081310855949
Follow Us :
Instargram : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Twitter :@asshiddiqiyah01
Fanspage : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
You Tube : Asshiddiqiyah Official
Instargram : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
Twitter :@asshiddiqiyah01
Fanspage : Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Jakarta
You Tube : Asshiddiqiyah Official
2 komentar :
Artikelnya bagus, publik bisa lebih mengetahui peranan dari pesantren. Namun sebelumnya saya minta maaf saya hanya berpendapat, mungkin sebelum dishare lebih baiknya di kasih tahu, bahwa siapa sih tokoh yang diambil pendapatnya atau argumennya, seperti yang diatas tadi, seperti geoge makdisi dan Martin Van Bruinessen.
Semoga tulisannya bermanfaat๐๐๐
terimakasih banyak masukkannya,, semoga artikel ke depan lebih baik lagi :)
Posting Komentar