(AMC) Jakarta - Bertepatan dengan peringatan Hari Guru Nasional, Asshiddiqiyah Pusat kedatangan tamu dari Pondok Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta, Ahad malam (25/11). Para tamu terdiri dari putra kedua KH. Zainal Abidin Munawwir, Gus Akhmad Choiruzzad dan istri, K.H Muslih Ilyas serta kurang lebih 125 santri. Kedatangan mereka bukan tanpa tujuan, namun sehubungan akan diadakannya studi banding di Asshiddiqiyah Pusat.
Gus Izad dalam
sambutannya tadi pagi, menyampaikan
tujuan para santri berkunjung adalah tak lain untuk saling sharing,
bertukar pikiran saling menerima masukan dan pelajaran. Beliau berharap dengan
kunjungan ini juga para santri diberi nasehat wejangan agar makin semangat
dalam mengaji oleh Khadimul Ma'had Asshiddiqiyah Pusat, Gus Mahrus Iskandar.
Beliau memohon
maaf atas nama para santri Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta atas perilaku yang mungkin
kurang berkenan, semoga perjalanan studi banding ini mendapat keberkahan.
Gus Mahrus dalam
sambutan penerimaannya, menceritakan secara umum kondisi Asshiddiqiyah. Ia menjelaskan,
sebagai seseorang yang memiliki nasab yang mengharuskannya memegang tanggung
jawab besar, ia harus siap akan segala konsekuesinya. Seperti beliau yang
selalu siap dengan konsekuensinya menjadi putra kiai besar, yaitu Abah Kiai
Noer Muhammad Iskandar yang memegang amanah 12 cabang Asshiddiqiyah.
Gus Mahrus
memaparkan tiga macam pondok pesantren, yaitu pesantren wakaf umat, ialah pesantren yang kiainya dipilih
langsung dan diamanahi oleh wakif dan tanahnya wakaf dari umat. Biasanya ini digunakan model pesantren
modern. Kedua pesantren
keluarga, yaitu kiainya dikader langsung dari keluarga seperti model pesantren
salaf. Ketiga, pesantren pribadi, yaitu sebagian besar tanah
dibeli secara pribadi oleh kiai sehingga menjadi kepemilikan pribadi, biasanya
berbentuk pesantren semi modern, seperti ponpes Asshiddiqiyah ini. Asshiddiqiyah
menggabungkan dua metode yaitu salaf dan khalaf (modern) sehingga para santri
tidak hanya mengerti ilmu agama namun juga menguasai ilmu sosial.
Dalam menjalankan amanah ini, Gus Mahrus juga menyampaikan perlunya keaktifan komunikasi di antara berbagai pihak yang terkait sehingga membuat nyaman para santri. Di akhir sambutannya, beliau mengatakan bahwa pesantren kini menjadi sarana konservasi perdamaian internasional. Hal itu menjadi prestasi sekaligus kebanggaan dalam dunia pesantren agar tetap dipertahankan dan ditingkatkan.
Selain pemaparan Gus Mahrus, pertemuan ini semakin ramai saat sesi tanya jawab mengenai Asshiddiqiyah lebih dalam. Bahkan ada santri yang meneteskan air mata saat sharing bersama Gus Mahrus. (Lyda)
Dalam menjalankan amanah ini, Gus Mahrus juga menyampaikan perlunya keaktifan komunikasi di antara berbagai pihak yang terkait sehingga membuat nyaman para santri. Di akhir sambutannya, beliau mengatakan bahwa pesantren kini menjadi sarana konservasi perdamaian internasional. Hal itu menjadi prestasi sekaligus kebanggaan dalam dunia pesantren agar tetap dipertahankan dan ditingkatkan.
Selain pemaparan Gus Mahrus, pertemuan ini semakin ramai saat sesi tanya jawab mengenai Asshiddiqiyah lebih dalam. Bahkan ada santri yang meneteskan air mata saat sharing bersama Gus Mahrus. (Lyda)
0 komentar :
Posting Komentar