AIC (Jakarta) - Salah satu perkara sunnah dalam hari Raya Idul Adha ialah bertakbir, kita biasa menyebutnya dengan istilah takbiran. Berkaitan dengan takbir pada hari raya Idul Adha, ulama Syafi’iyah berbeda pandangan mengenai waktu yang disunahkan untuk memulai kumandang takbir Idul Adha. Mayoritas ulama mengatakan ada tiga pendapat.
Pertama, dimulai saat setelah shalat zhuhur pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan berakhir setelah shalat subuh pada akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah), juga mengumandangkan takbir seraya mengiringi seluruh shalat fardu. Itu merupakan pendapat yang shahih dan telah diriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, itu juga pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad.
Pendapat kedual, takbir dimulai setelah shalat maghrib pada malam Idul Adha (10 Dzulhijjah), sebagai qiyas atau analogi dengan Idul Fitri, dan berakhir setelah shalat subuh di akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah).
Pendapat ketiga, mulai bertakbir setelah shalat subuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), dan berakhir setelah shalat ashar pada akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah). Riwayat yang demikian berasal dari ‘Umar bin Khattab, ‘Ali bin Abi Thalib, Sufyan At-Tsauriy, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad dan Ibnu Al Mundzir juga memilihnya”.
Dari pendapat tiga pendapat tersebut, yang paling shahih menurut Imam Nawawi adalah mulai bertakbir setelah shalat subuh pada hari Arafah dan berakhir pada waktu shalat ‘Ashar akhir hari tasyrik (tanggal 13 Dzulhijjah).
Dalil untuk takbir Idul Adha adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata “Kami (para perempuan) diperintahkan pada hari raya keluar rumah meskipun dalam keadaan haid, supaya mengikuti masyarakat melakukan takbir dengan takbir mereka”.
Bagi kita kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak mengumandangkan bacaan tahlil, takbir, dan tahmid pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al Mu'jam al-Kabiir dengan sanad yang baik, dari hadits Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw bersabda:
"Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah swt dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai Allah swt selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah membaca tahlil, takbir dam tahmid pada hari-hari tersebut. (HR. Ahmad)
Imam al-Bukhari dalam shahihnya berkata: "Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan bertakbir, sehinga orang-orang juga bertakbir karena takbir mereka." (HR. Al Bukhari)
Umat Islam disyariatkan bertakbir mutlaq atau mursal (takbir yang tidak mengiringi shalat lima waktu, takbir yang tidak terikat dengan sesuatu, yang diperintahkan sepanjang waktu pada pagi dan sore hari, dan di setiap saat) pada hari menjelang Idul Adha hingga dilaksanakannya shalat hari raya Idul Adha. Sedangkan takbir muqayyad (takbir yang terikat pelaksanaannya sesudah shalat lima waktu) dilaksanakan setelah shalat berjamaah dilakukan oleh mereka selain jamaah haji, sejak shalat subuh hari Arafah hingga shalat Ashar di hari terakhir hari tasyrik. (Lyda)
Disarikan dari:
http://m.voa-islam.com/news/ibadah/2009/11/19/1755/takbir-idul-adha/
http://portalsatu.com/read/oase/-34030
Pertama, dimulai saat setelah shalat zhuhur pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan berakhir setelah shalat subuh pada akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah), juga mengumandangkan takbir seraya mengiringi seluruh shalat fardu. Itu merupakan pendapat yang shahih dan telah diriwayatkan dari ‘Utsman bin ‘Affan, Ibnu Umar, Zaid bin Tsabit, Ibnu Abbas, itu juga pendapat Imam Malik dan Imam Ahmad.
Pendapat kedual, takbir dimulai setelah shalat maghrib pada malam Idul Adha (10 Dzulhijjah), sebagai qiyas atau analogi dengan Idul Fitri, dan berakhir setelah shalat subuh di akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah).
Pendapat ketiga, mulai bertakbir setelah shalat subuh pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), dan berakhir setelah shalat ashar pada akhir hari tasyrik (13 Dzulhijjah). Riwayat yang demikian berasal dari ‘Umar bin Khattab, ‘Ali bin Abi Thalib, Sufyan At-Tsauriy, Ahmad, Ishaq, Abu Yusuf, Muhammad dan Ibnu Al Mundzir juga memilihnya”.
Dari pendapat tiga pendapat tersebut, yang paling shahih menurut Imam Nawawi adalah mulai bertakbir setelah shalat subuh pada hari Arafah dan berakhir pada waktu shalat ‘Ashar akhir hari tasyrik (tanggal 13 Dzulhijjah).
Dalil untuk takbir Idul Adha adalah hadits dari Ummu ‘Athiyyah, ia berkata “Kami (para perempuan) diperintahkan pada hari raya keluar rumah meskipun dalam keadaan haid, supaya mengikuti masyarakat melakukan takbir dengan takbir mereka”.
Bagi kita kaum muslimin dianjurkan untuk memperbanyak mengumandangkan bacaan tahlil, takbir, dan tahmid pada sepuluh hari pertama di bulan Dzulhijjah. Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dalam al Mu'jam al-Kabiir dengan sanad yang baik, dari hadits Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw bersabda:
"Tidak ada hari-hari yang lebih besar di sisi Allah swt dan tidak ada amal perbuatan yang lebih dicintai Allah swt selain pada sepuluh hari itu. Maka perbanyaklah membaca tahlil, takbir dam tahmid pada hari-hari tersebut. (HR. Ahmad)
Imam al-Bukhari dalam shahihnya berkata: "Adalah Ibnu Umar dan Abu Hurairah ra keluar ke pasar pada sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah dengan bertakbir, sehinga orang-orang juga bertakbir karena takbir mereka." (HR. Al Bukhari)
Umat Islam disyariatkan bertakbir mutlaq atau mursal (takbir yang tidak mengiringi shalat lima waktu, takbir yang tidak terikat dengan sesuatu, yang diperintahkan sepanjang waktu pada pagi dan sore hari, dan di setiap saat) pada hari menjelang Idul Adha hingga dilaksanakannya shalat hari raya Idul Adha. Sedangkan takbir muqayyad (takbir yang terikat pelaksanaannya sesudah shalat lima waktu) dilaksanakan setelah shalat berjamaah dilakukan oleh mereka selain jamaah haji, sejak shalat subuh hari Arafah hingga shalat Ashar di hari terakhir hari tasyrik. (Lyda)
Disarikan dari:
http://m.voa-islam.com/news/ibadah/2009/11/19/1755/takbir-idul-adha/
http://portalsatu.com/read/oase/-34030
0 komentar :
Posting Komentar