AMC – Di
tengah degradasi nilai-nilai kebangsaan di kalangan
generasi muda, dimana kaum yang akan menjadi benteng kebangsaan di masa depan
ini mulai terkikis semangat nasionalisme.
Berangkat dari fakta ini maka Majlis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia (MPR RI) bekerjasama dengan Keluarga Alumni Asshiddiqiyah (IKLAS) menggelar sosialisasi wawasan kebangsaan, Minggu, 1 Oktober 2017 di gedung pendopo Lt. II Pondok pesantren Asshiddiqiyah Jakarta.
Materi tentang wawasan kebangsaan ini disampaikan
langsung oleh
Politikus Gerindra yang kini menduduki kursi anggota DPR RI, Muhammad Nizar
Zahro.
Dihadapan ratusan peserta yang terdiri dari alumni dan santri beliau menyampaikan tentang pemahaman wawasan kebangsaan yang meliputi Empat Konsensus Dasar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara (Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika), mempertahankan ideologi Pancasila melalui Bela Negara untuk menjaga keutuhan NKRI.
Nizar juga menyampaikan dengan
tegas keterkaitan antara pancasila dan agama. Menurutnya, keduanya tidaklah bertentangan,
karena pancasila dibentuk atas dasar al-qur’an. Hanya saja kalau al-qur’an
adalah hukum universal sementara pancasila tidak.
Sementara itu, pengasuh pondok
pesantren Asshiddiqiyah Jakarta, Gus Mahrus Iskandar, B.Sc menjelaskan tentang
Radikalisme, dalam paparannya beliau menjelaskan bahwa radikalisme tidak boleh
dilihat dari sisi agama Islam saja. Karena paham radikal bisa terjadi kepada
aliran apapun.
Beliau juga menyayangkan terkait Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) yang selalu
menonjolkan agama Islam dalam permasalahan teroris, sementara banyak pelaku terror
lain yang bukan berasal dari agama Islam.
Pernyataan senada
diungkapkan Alamsyah Fajar dari Wahid Institute bahawa radikalisme itu terjadi
dibanyak agama dan tidak terikat pada Islam saja.
Menurutnya, setidaknya
ada tiga factor yang mengindikasikan bahwa seseorang telah menganut faham radikal,
yang pertama adalah bahwa ia menyakini bahwa satu-satunya jihad adalah dengan jalan perang, mendukung aksi
kelompok radikal seperti ISIS, bom bunuh diri dan sebagainya, dan yang ketiga
adalah intoleran atau tidak mau menghargai hak-hak orang lain.
Sebagai penutup, Sekretaris
jendral IKLAS, Tb Ardi Januar menyimpulkan bahwa ayah kandung dari radikalisme
adalah ketidak-adilan dan ibu kandung dari radikalisme adalah kemiskinan yang
berarti bahwa kemiskinan dan ketidak-adilan merupakan orang tua kandung dari
lahirnya radikalisme. (Rum)
0 komentar :
Posting Komentar