Seiring berkembangnya pendidikan, nama Ma'had Aly mulai dikenal sebagai sistem akademik berbasis pondok pesantren.
Orientasi pembentukan Ma'had Aly sebagaimana
dijelaskan oleh Rektor Ma'had Aly Jakarta, Abdul Khaliq, MA, ialah sebagai
kaderisasi ulama Ahlussunah Wal Jama'ah dan menjadi pemimpin pondok
pesantren.
Pondok pesantren sebagai benteng ketika
sistem pendidikan di Indonesia selalu berubah-ubah. Saat ini sistem pendidikan
Indonesia mayoritas mencontek sistem pendidikan barat. Maka tak heran,
Indonesia kerap bereksperimen dengan berbagai sistem pendidikan negara barat
yang belum tentu cocok diaplikasikan di Indonesia.
Padahal, Indonesia sendiri memiliki sistem
yang lebih baku serta lebih cocok diaplikasikan, yaitu sistem pondok pesantren.
Ma'had Aly berdiri dengan keunggulan serta
konsekuensinya, para mahasantri (sebutan untuk mahasiswa sekaligus santri)
dituntut menjadi akademisi dan 'mundzirul qaum' (pemberi peringatan, istilahnya
setara dengan da'i).
Perkembangan Ma'had Aly Jakarta selama dua
tahun ini, memilih Sejarah Peradaban Islam sebagai prodi, setelah 9 angkatan
sebelumnya berjalan dengan prodi fiqh ushul fiqh.
Mahasantri diharuskan menyelesaikan minimal
140 SKS sehingga ia dikatakan berhasil bergelar Sarjana Agama (S.Ag). Perbedaan
mencolok Ma'had Aly dengan sekolah tinggi lain ialah "kitabnya".
Kemampuan membaca kitab ditempa secara
intensif selama pembelajaran berlangsung
hingga akhir pembelajaran, mahasantri dikatakan mampu membaca kitab
kuning. "Wajib mugholadzah, santri Ma'had Aly harus bisa baca kitab",
tegasnya. (MH)
0 komentar :
Posting Komentar