Ada beberapa bulan
dalam islam yang didalamnya terdapat keberkahan dan keagungan. Salah satunya
adalah bulan Sya’ban. Dan dalam bulan Sya’ban tersebut ada satu malam istimewa,
yang mana jika kita menghidupkan malam tersebut dengan beribadah maka Allah
akan mengampuni dosa-dosa kita kecuali dosa syirik (menyekutukan Allah SWT) dan
membunuh. Malam ini biasa disebut dengan malam Nishfu Sya’ban. Perlu diketahui
bahwa dalam bahasa Arab Nishfu artinya pertengahan. Dan Sy’ban adalah nama
bulan dalam kalender hijriyah. Jadi, Nishfu Sya’ban berarti pertengahan bulan
Sya’ban. Jika kita merujuk pada kalender hijriyah, maka malam itu jatuh pada
tanggal 14 Sya’ban, karena pergantian tanggal sesuai penanggalan hilaliyah atau
yang menggunakan patokan rembulan adalah saat Matahari terbenam atau malam
tiba. Dan malam nishfu Sya’ban di tahun 1438 H ini jatuh pada hari Rabu malam
Kamis 10 Mei 2017 M.
Malam nishfu Sya’ban adalah malam untuk merenungkan umur, merenungkan iman,
dan merenungkan rezeki. Seberapa sudah dilalui, dari mana dan untuk apa
kemudian, tentang umur, iman, dan rezeki kita?. Nisfu Sya'ban, malam untuk
menengok catatan rapor dan amal perbuatan hidup kita. Malam Nisfu Sya’ban
adalah salah satu malam yang istimewa. Malam untuk mengerjakan kebaikan
sekecil-kecilnya, tanpa perlu ditunda. Tanpa perlu memperdebatkan. Karena
kebaikan, hanya perlu dilakukan dan diperbuat. Sebagaimana diungkapkan para
ulama semisal Ibnu Rajab, Ibnul Jauzi, Imam al-Ghazali, Ibnu Katsir dan yang
lainnya, bahwa hadits-hadits yang berbicara seputar keutamaan malam Nishfu
Sya'ban ini sangat banyak jumlahnya. Dalam kitab mukaasyafatul qulub karya Imam
Al-Ghazali dikatakan bahwa malam Nisfu Sya’ban adalah malam yang penuh dengan
syafaat (lailatus syafaah), Allah SWT memberikan sepertiga syafaat kepada
hambanya pada malam ke-13, seluruh syafaat diberikan secara penuh pada malam
ke-14, dan di malam ke-15 umat Islam memiliki banyak sekali kebaikan sebagai
penutup catatan amalnya selama satu tahun karena pada malam ke-15 bulan
Sya’ban, catatan perbuatan manusia penghuni bumi akan dinaikkan ke hadapan
Allah SWT. Rapor kita sebagai manusia dikumpulkan di malam ini.
As-Syekh Abdul Qadir al-Jailani telah berkata:
«لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ
هِيَ أَفْضَلُ اللَّيَالِي بَعْدَ لَيْلَةِ الْقَدْرِ» انتهى [الفوائد
المختارة: ص: 446]
Malam Nishfu Sya’ban adalah malam yang paling mulia setelah Lailatul Qodr
Dan Al-imam
As-Syafi’i ra juga berkata:
«وَبَلَغَنَا أَنَّهُ كَانَ يُقَالُ:
إنَّ الدُّعَاءَ يُسْتَجَابُ فِي خَمْسِ لَيَالٍ فِي لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ،
وَلَيْلَةِ الْأَضْحَى، وَلَيْلَةِ الْفِطْرِ، وَأَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَجَبٍ،
وَلَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ» انتهى [الأم للشافعي، ج: 1/ ص: 264]
Telah sampai kepadaku bahwa telah dikatakan: sesungguhnya do’a akan
mustajab (diterima oleh Allah SWT) pada 5 malam, yaitu: malam jumat, malam idul
Adha, malam Idul Fitri, malam pertama bulan rajab, dan malam nishfu sya’ban.[Al-Umm, 1/264]
Malam Nishfu Sya’ban juga dinamakan sebagai malam pengampunan atau lailatul
maghfiroh, karena pada malam itu Allah SWT memberikan pengampunan kepada
seluruh penduduk bumi, terutama kepada hambanya yang saleh. Namun dalam
bemberian ampunan itu dikecualikan bagi orang-orang yang masih tetap pada
perbuatannya, yaitu menyekutukan Allah SWT (musyrik) dan orang yang saling
bermusuhan. Dalam hadits shahih dari Mu‘az bin Jabal RA, Rasulullah SAW
bersabda:
«يَطْلُعُ
اللَّهُ إِلَى خَلْقِهِ فِي لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَيَغْفِرُ
لِجَمِيعِ خَلْقِهِ إِلَّا لِمُشْرِكٍ أَوْ مُشَاحِنٍ»
رواه ابن حبان.
“Allah SWT akan mendatangi semua
makhluk-Nya dimalam nishfu Sya’ban dan memberikan ampunan kepada mereka semua
(atas segala dosa) kecuali orang yang menyekutukan Allah SWT dan orang yang
saling bermusuhan”. [HR. Ibnu Hibban].
Malam Nishfu Sya'ban, dalam sebuah riwayat disebutkan, adalah malam hari
raya para Malaikat. Apabila manusia mempunyai dua hari raya besar, yaitu Idul
Fitri dan Idul Adha, malaikat pun memiliki dua hari raya, yaitu malam Nishfu Sya'ban
dan malam Lailatul Qadar. Hanya, kedua hari raya malaikat tersebut jatuhnya
pada malam hari, lantaran para malaikat tidak pernah tidur, sementara hari raya
manusia jatuhnya siang hari, lantaran pada malam harinya manusia tidur. Riwayat
tersebut dirilis oleh seorang ulama al-Azhar yang bernama Syaikh Salim
as-Sanhuri al-Maliki dalam kitabnya Risalatul Kasyf wal Bayan 'An Fadhail
Lailatin Nishfi Min Sya’ban. Dalam kitabnya itu, beliau mengutip sebuah
riwayat dari Abu Abdillah Thahir bin Muhammad bin Ahmad al-Hadady dalam bukunya
'Unwanul Majalis di mana disebutkan bahwa:
«إن للملائكة في السماء ليلتي عيد كما أن للمسلمين يعني من
البشر يومى عيد، فعيد الملائكة:
ليلة البراءة يعني ليلة النصف من شعبان، وليلة القدر. وعيد المؤمنين: يوم الفطر ويوم الأضحى. وعيد الملائكة بالليل؛ لأنهم
لا ينامون، وعيد المؤمنين بالنهار؛ لأنهم ينامون» انتهى
من [رسالة الكشف
والبيان، ص: 9].
Sesungguhnya para malaikat dilangit mempunyai dua malam
hari raya, sebagaimana orang-orang muslim (di bumi) mempunyai dua hari raya.
Dua hari raya malaikat adalah malam Bara'ah (yaitu malam Nishfu Sya'ban) dan
malam Qadar (Lailatul Qadar). Sedangkan dua hari raya orang-orang mukmin adalah
hari raya Idul Fithri dan Idul Adha. Hanya, saja, hari rayanya malaikat itu
terjadi di malam hari, lantaran mereka tidak pernah tidur, sementara hari raya
manusia jatuh pada siang hari, lantaran (pada malam hari) mereka tidur.
Malam Nishfu Sya'ban disebut juga dengan lailatul baro’ah yang
berarti malam pembebasan atau malam kesucian. Disebut malam pembebasan atau
al-Bara'ah, karena di dalamnya terdapat dua pembebasan; pembebasan orang-orang
banyak dosa dari siksa Allah, apabila mereka bertaubat dan kembali kepada Allah
khususnya pada malam Nishfu Sya'ban tersebut, juga pembebasan bagi orang-orang
shaleh dari kerendahan dan kesulitan yang dihadapinya, karena Allah telah
meridhainya dan Allah telah memberikan kasih sayang dan ampunanNya. Dan apabila
Allah memberikan sesuatu, maka pemberiannya akan sangat berlimpah dan berlipat.
Amalan di Malam
Nishfu Sya’ban
Menghidupkan malam
Nishfu Sya'ban dengan serangkaian ibadah seperti puasa, dzikir shalawat dan
ibadah lainnya telah dianjurkan oleh Rasulullah SAW, bahkan, dalam haditsnya
beliau menegaskan, agar pada malam tersebut, kalau bisa, jangan tidur sekalipun
sekejap, karena kemuliaan dan keistimewaan malam tersebut yang tidak boleh
berlalu begitu saja. Dan malam Nishfu Sya'ban ini datang setahun sekali, yang
boleh jadi pada tahun depan kita belum tentu dapat bertemu dengannya. Oleh
karena itu, sambut dan isilah dengan serangkaian ibadah sebanyak dan sebaik
mungkin. Dalam haditsnya Rasulullah SAW bersabda:
«إِذَا كَانَتْ لَيْلَةُ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ،
فَقُومُوا لَيْلَهَا وَصُومُوا نَهَارَهَا، فَإِنَّ اللَّهَ يَنْزِلُ فِيهَا
لِغُرُوبِ الشَّمْسِ إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا، فَيَقُولُ: أَلَا مِنْ
مُسْتَغْفِرٍ لِي فَأَغْفِرَ لَهُ أَلَا مُسْتَرْزِقٌ فَأَرْزُقَهُ أَلَا
مُبْتَلًى فَأُعَافِيَهُ أَلَا كَذَا أَلَا كَذَا، حَتَّى يَطْلُعَ الْفَجْرُ « رواه ابن ماجه.
Apabila sampai pada malam Nishfu Sya'ban, maka shalatlah
pada malam harinya dan berpuasalah pada siang harinya, karena sesungguhnya
Allah akan turun ke dunia pada malam tersebut sejak matahari terbenam dan Allah
berfirman: "Tidak ada orang yang meminta ampun kecuali Aku akan mengampuni
segala dosanya, tidak ada yang meminta rezeki melainkan Aku akan memberikannya
rezeki, tidak ada yang terkena musibah atau bencana, kecuali Aku akan
menghindarkannya, tidak ada yang demikian, tidak ada yang demikian, sampai
terbit fajar"[HR. Ibnu Majah].
Dan para ulama
salafus shaleh menyarankan, sebagaimana dikutip oleh As-Syekh Abdul Ghani bin
Ismail an-Nablusy, beliau mengatakan: membaca surat Yasin dimalam Nishfu
Sya’ban sebanyak tiga kli, pada bacaan pertama hendaknya diniatkan untuk
panjang umur dalam keadaan sehat wal a'fiyat, pada bacaan kedua diniatkan untuk
terhindar dari malapetaka atau bencana di tahun depan, dan pada bacaan yang
ketiga niatkan agar lebih dimudahkan rizki, tidak bergantung kepada manusia,
dan mati dengan husnul khatimah. Lalu dilanjutkan dengan membaca doa:
بسم
الله الرحمن الرحيم: اَللّهُمَّ صَلِ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى
اَلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلِمْ، اَللّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يُمَنُّ عَلَيْكَ،
يَا ذَا الْجَلاَلِ وَاْلإِكْرَامِ يَاذَا الْطَّوْلِ وَاْلإِ نْعَامِ لاَ إِلَهَ
إِلاَّ اَنْتَ ظَهَرَ اللاَّجِيْنَ وَجَارَالْمُسْتَجِيْرِ يْنَ وَ أَ مَانَ
الْخَا ئِـفِيْنَ، اَللّهُمَّ إِنْ كُنْتَ كَتَبْتَـنِيْ عِنْدَكَ فِيْ أُمِّ
الْكِتَابِ شَقِيًّا أَوْ مَحْرُوْمًا أَوْ مَطْرُوْ دًا أَوْ مُقْتَرًّا عَلَيَّ
فِيْ الرِّزْقِ فَامْحُ اللَّهُمَّ بِفَضْلِكَ فِيْ أُمِّ الْكِتَابِ شَقَاوَتِيْ
وَحِرْمَانِيْ وطَرْدِيْ وَإِ قْتَارَ رِزْقِيْ وَأَشْبِتْـنِيْ عِنْدَكَ فِيْ
أُمِّ الْكِتَابِ سَعِيْدًا مَرْزُوْقًا مُوَفَّقًا لِلْخَيْرَاتِ فَإِ نَّكَ
قُلْتَ وَقَوْلُكَ الْحَقُّ فِيْ كِتَابِكَ الْمَنَزَّلِ عَلَى لِسَانِ نَبِيِّكَ
الْمُرْسَلِ، يَمْحُوْ اللهُ مَا يَشَاءُ وَيُثْبِتُ وَعِنْدَهُ أُمُّ الْكِتَابِ،
إِلَهِيْ بِالتَّجَلِّى اْلأَ عْظَمِ فِيْ لَيْلَةِ النِّصْفِ مِنْ شَهْرِشَعْبَانَ
الْمُكَرَّمِ الَّتِيْ يُفْرَ قُ فِيْهَا كُلُّ أَ مْرٍحَكِيْمٍ وَ يُبْرَمُ
إِصْرِفْ عَنِّيْ مِنَ الْبَلاَءِ مَا أَعْلَمُ وَمَا لاَ أَعْلَمُ وَمَا أَنْتَ
بِهِ أَعْلَمُ وأَ نْتَ عَلاَّمُ الْغُيُوْبِ، بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرّ
َحِمِيْنَ. وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى اَلِهِ وَصَحْبِهِ
وَسَلَّمَ وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ.
Terkait dengan hadits dan atsar yang menjelaskan keutamaan dan amalan di
malam nishfu Sya’ban diatas, Al-Hafidh Ibn Rajab al-Hambali telah mengatakan
bahwa, “mayoritas ulama Hadits telah menilai bahwa Hadits-Hadits atau atsar
yang berbicara tentang malam Nishfu Sya’ban seperti hadits diatas masuk
kategori Hadits dlo’if (lemah), namun Ibn Hibban menilai sebagaian Hadits itu
shohih, dan beliau memasukkannya dalam kitab shohihnya”. [Lathoiful Ma’arif,
I/136]. Sedangkan Al-Imam Ibnu Hajar al-Haitami terkait hadits dhaif telah
mengatakan bahwa, “Para ulama Hadits, ulama Fiqh dan ulama-ulama lainnya,
sebagaimana juga dikatakan oleh Imam An-Nawawi, bersepakat terhadap
diperbolehkannya menggunakan Hadits dho’if untuk keutamaan amal (fadlo’ilul
amal), bukan untuk menentukan hukum, selama Hadits-Hadits itu tidak terlalu
dlo’if (sangat lemah)”. [Ad-durrul Mandlud, I/259]. Jadi, meskipun
hadits-hadits yang menerangkan tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban disebut
dlo’if (lemah), tapi tetap boleh kita jadikan dasar untuk menghidupkan amalam
di malam Nishfu Sya’ban.
Epilog
Dari penjelasan
diatas, kiranya kita semua dapat menyadari bahwa sesungguhnya bulan Sya’ban merupakan
bulan persiapan untuk memasuki bulan suci Ramadhan. Persiapan itu meliputi
persiapan mental dan persiapan fisik. Semua manusia khususnya umat islam
hendaknya ketika memasuki bulan suci Ramadhan sudah dalam mendapatkan syafaat,
dan sudah dalam keadaan mendapatkan jaminan dan pembebasan dari siksaan api
neraka, yaitu dengan meramaikan bulan Sya’ban khususnya di malam nishfu Sya’ban
dengan cara memperbanyak ibadah, shalat sunnah, bacaan dzikir, shalawat kepada
Nabi Muhmmad SAW, membaca al-Quran dan amal-amal shaleh lainnya. Sehingga kita
menjadi hamba Allah yang diridhai selamat dunia dan akhirat. Wa shallallahu
‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbih, wal hamdulillahi rabbil
‘alamin.
Referensi:
1). Al-Umm,
1/264 karya: Al-Imam Muhammad bin Idris As-Syafi’i (w: 204 H)
2). Lathaaif
Al-Ma’arif Fima li Mawasim Al-‘Am Min Al-Wadhzaif, 1/136 karya As-Syekh
Ibnu Rajab Al-Hanbali (w: 795 H).
3). Nuzhah
Al-majalis wa Muntakhab An-Nafaais, I/162, karya: Al-imam Abdurrahman bin
Abdus Salam ash-Shafury as-Syafi'I (w: 894 H).
4). Ad-Dhurru
Al-Mandhud Fi As-Sholah wa As-Salam ‘Ala Shahib Al-Maqam Al-Mahmud, 1/259
karya As-Syekh Ibnu Hajar Al-Haitami (w: 974 H)
5). 4). Kanzun Najah Wassurur Fil
Ad'iyah allati Tasyrohush Shudur, halaman: 57-64 karya: Syeikh Abdul Hamid
Muhammad Ali Kudus (1335 H).
6). Risalah Al-Kasyf wa Al-Bayan
‘An Fadhail Lailah An-Nishfi min Sya’ban, halaman: 9 karya: As-Syekh Salim
As-Sanhuri Al-Maliki.
7). Al-Fawaid
Al-Mukhtarah Li Saliki Thariq Al-Akhirah, halaman: 446, karya: Al-Habib Ali
bin Hasan Baharun Pasuruan.
Oleh : Hasan Basri Hayyi
0 komentar :
Posting Komentar