Jika kita melihat api yang menyala-nyala,
maka airlah yang dapat memadamkannya. Bukan dengan menghembuskan angin, karena
itu akan membuatnya semakin berkobar. Begitupun kalau kita menghadapi seseorang
yang hatinya yang beku, sikap yang keras, dan merasa benar sendiri, maka
redakanlah sejenak diri kita, dan bertuturlah dengan lemah lembut. Perhatikan
petikan kalam hikmah dibawah ini:
قال عمرو بن معدي كرب رحمه الله:
"الكَلَامُ اللَّيِّنُ يُلَيِّنُ القُلُوبَ
الَّتِي هِيَ أَقْسَى مِنَ الصُّخُورِ، والكَلَامُ الخَشِنُ يُخْشِنُ القُلُوْبَ الَّتِي
هِيَ أَنْعَمُ مِنَ الحَرِيْرِ" انتهى.
Amr bin Ma'di karib rahimahullah telah
berkata:
Kata-kata yang lembut dapat melembutkan hati
yang lebih keras dari batu, tetapi kata-kata yang kasar dapat mengeraskan hati
yang lebih lunak dari sutera
Referensi:
- Majaanii Al-adab fi Hadaaiqi Al-'arab,
jilid: I/ halaman: 46, karya Luwis Syaikhu (w: 1346 H).
Penjelasan:
Kalam hikmah diatas menjelaskan kepada kita
akan manfaat tutur kata yang lembut dan bahaya ucapan yang kasar. Karena ucapan
tak ubahnya tanaman yang memiliki tempatnya sendiri untuk tumbuh subur.
Masing-masing perlu cara yang berbeda dan tempat yang berbeda. Begitupun dengan
berbicara, setiap orang memiliki watak yang berbeda. Kepada mereka yang keras
hatinya dan tak terbantah ucapan dan pendapatnya, kita diperintahkan untuk berbicara dengan perkataan yang menyentuh
(qaulan layyinan). Inilah yang diserukan oleh Allah SWT kepada Nabi Musa dan
Nabi Harun as ketika hendak berhadapan dengan Fir’aun siraja bengis dan sombong.
Qaulan Layyinan bermakna perkataan yang lemah
lembut dan menyentuh hati. Inilah perkataan yang dapat meluluhkan jiwa yang
keras dan menggerakkan hati yang beku. Menghadapi orang yang amat keras jiwanya
dan tak terbantah ucapannya, tidak bisa dilakukan dengan cara yang keras. Kita
juga tidak bisa menjinakkan hatinya dengan argumentasi-argumentasi yang sengit.
Sebab semua itu hanya akan membuatnya semakin tidak mungkin untuk diajak
berdialog.
Karenanya, kita perlu menyentuh hatinya
terlebih dulu. Kalau hatinya sudah tergerakkan, kata-kata berikutnya yang
terucap akan lebih mudah diterima. Tetapi, qaulan layyinan akan sulit kita
lakukan kalau kita terbawa emosi. Kita tidak sanggup berbicara dengan tenang,
memilih kata-kata yang menyejukkan dan menghadapi dengan bijak kalau emosi kita
sendiri sedang meledak-ledak. Inilah yang membuat kita tidak bisa mempertemukan
pendapat dengan kepala dingin.
Disinilah kita perlu untuk terus belajar
mengolah jiwa agar dapat berbicara sesuai dengan orang yang kita hadapi, saat
yang kita lalui, serta sifat pembicaraan yang hendak kita sampaikan.
By : Ust. Hasan Basri Hayy
[Asshiddiqiyah Media Center]
0 komentar :
Posting Komentar