Sejarawan NU, KH Agus Sunyoto menegaskan, bahwa kaum santri merupakan representasi bangsa pribumi dari kalangan pesantren yang sangat berjasa membawa bangsa ini menegakkan kemerdekaan melalui Resolusi Jihad 22 Oktober yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari, pendiri NU. Dia juga menerangkan, istilah santri memang asli dari Indonesia, berbeda dengan istilah siswa yang berasal dari Belanda.
Jika dirunut sejarahnya, kata Ketua PP Lesbumi NU ini, awalnya Indonesia dianggap negara boneka Jepang oleh Negara sekutu karena kemerdekaannya dinilai pemberian dari Nippon ini. Hal ini bisa dijelaskan, menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia, Soekarno dan Hatta menyambangi Jepang untuk bertemu dengan Kaisar.
“Rapat besar di Lapangan Ikada juga dijaga ketat oleh tentara Jepang. Belum lagi naskah teks Proklamasi yang diketik oleh orang berkebangsaan Jepang, Laksamana Meida,” terang Agus beberapa waktu lalu.
Setelah Jepang kalah perang dengan Tentara sekutu atau NICA, lanjutnya, mereka berusaha kembali menjajah Indonesia dalam agresi militer kedua. Agus menjelaskan, ternyata tentara NICA dikagetkan oleh perlawanan orang-orang pribumi dari kalangan santri.
“Dari sinilah mereka berpikir, bahwa kemerdekaan Indonesia bukan karena pemberian dari bangsa Jepang, melainkan betul-betul didukung oleh seluruh rakyat Indonesia,” jelas penulis buku Atlas Wali Songo ini.
Sebab itu, menurut Agus, penetapan Hari Santri Nasional bukan hanya sebagai agenda kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk kepentingan seluruh bangsa Indonesia yang ketika itu digerakkan oleh Resolusi Jihad, yakni fatwa jihad KH Hasyim Asy’ari yang menyatakan bahwa membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap individu.
Dalam hal ini, Presiden Jokowi sendiri telah menyetujui untuk menetapkan tanggal 22 Oktober diperingati sebagai Hari Santri Nasional melalui Keppres yang akan diterbitkan. (Fathoni. NU Online)
0 komentar :
Posting Komentar