Allahu akbar allahu akbar allahu akbar wa lillahil hamdu
Gema takbir yang telah dikumandangkan di seluruh jagat raya. Seiring dengan jalannya jama’ah haji seluruh dunia yang sedang berada di Arafah. Semoga Allah memperkenankan kita yang belum haji, segera diberangkatkan ke tanah suci. Semoga Allah memperkenankan semua doa dan munajat yang dipanjatkan kepada Sang Maha cinta.
Terdapat 3 catatan penting sejarah baginda Nabiyullah Ibrahim ‘Alaihissalam yang begitu besar ajarannya, sehingga diikuti oleh nabi agung baginda Rasulullah SAW. Dalam sebuah firman Allah SWT: ánittabi’ millata ibrohima khanifa: Ikuti wahai Muhammad miilahnya Ibrahim yang lurus. Sebuah kekayaan dan keajaiban jika kita kaji lebih mendalam. Padahal jika ditilik dari kapasitas, beliau nabi Muhammad jauh lebih agung ajaran dan eksistensinya. Dalam bahasa al-Qurán disebutkan wa ma arsalnaaka illa rahmatan lil álamain: Aku (Allah) tidak mengutus engkau wahai Muhammad kecuali untuk rahmat seluruh alam semesta ini. Seluruh alam semesta, jin, manusia dan seisinya bersyahadat kepada Allah, pun kepada nabi Muhammad SAW. Alangkah besar ajaran nabi Muhammad SAW. Pertanyaanya, kenapa nabi Muhammad SAW mengikuti ajaran nabiyullah Ibrahim AS. Ada apa?
Tiga catatan penting sejarah nabi Ibrahim AS sehingga patut diikuti oleh ummat yang luar biasa yaitu ummat Nabi Muhammad SAW, yaitu:
Pertama, Loyalitas keimanan
Loyalitas atau kesetiaan nabi Ibrahim dalam menjalankan dan mempertahankan aqidahnya sungguh luar biasa. Sekali kalimat la ilaha illallah la ma’buda bi haqqi fil wujud illallah sampai mati pun beliau pertahankan aqidah tersebut tertancap pada hatinya. Perjuangan nabi Ibrahim dalam mempertahankan aqidahnya tidaklah mudah dilalui. Pada sebuah kalimat aqidah la ilaha illallah, kalimat yang terbilang sederhana diucapkan, namun mempunyai makna yang sangat esensial, beliau harus dibakar dalam keadaan hidup untuk mempertahankannya. Alangkah dahsyat. Bagaimana tidak dahsyat, kobaran api menyala-nyala atas murkanya raja Namrud. Tapi lihatlah apa yang terjadi? Api tetaplah api. Namun, atas titah dan kehendak Allah, qul ya naruquni bardan wa salaman ála Ibrahim. Allah tidak memperkenankan kekasihnya, khalilNya, terbakar oleh kobaran api dalam memperjuangkan aqidahnya. Maka, atas dasar inilah tidak menutup kemungkinan menjadi sebuah alasan yang cukup relevan bagi nabi Muhammad SAW untuk mengikutinya.
Adalah sebuah keharusan bagi kita sebagai umat nabi Muhammad, pun untuk selalu meningkatkan kesetiaan dan loyalitas terhadap aqidahnya. Kuatkan rasa taqwa dan iman kita, pertahankan hingga akhir hayat. Pada taqbir yang kita lantunkan harus selalu dijadikan refleksi atas keagungan Allah SWT. Perbaharui, upgrad iman kita, dengan kalimat lailaaha illallah, jaddidu imanakum bi lailaaha illallah disetiap desis nafas.
Kedua, totalitas pengorbanan.
Sudah barang tentu, telinga kita tidak asing mendengar sejarah nabi Ismail sebagai putera nabi Ibrahim yang harus dikorbankan dengan disembelih. Pada puncak pengorbanan nabi Irahim ini, beliau harus berkorban menyembelih puteranya. Mari kita bayangkan. Saat putera atau anak menjadi pelepas rindu menuju pandang. Pelipur duka dalam harap. Disaat rumah tangga menemukan titik nikmat berkumpul bersenda gurau. Seketika Allah perintahkan untuk mengorbankan dengan menyembelihnya, seperti dikisahkan dalam firman Allah SWT pada surat Ash-Shoffat penggalan ayat 102. Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu? Tanya Ibrahim pada puteranya. Ismail yang sabar, jujur, tulus, taat pada orang tua dan Tuhannya, Ia menjawab; ya abati afál ma tumaru satajiduni insyaAllahu minasshobirin: Wahai ayayhku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tapi pada akhirnya Allah menggantikannnya, bukan manusia yang disembelih, melainkan binatang. Atas Firman tersebutlah, pada hari Idul Adha kita dianjurkan untuk berkurban binatang yang telah diperbolehkan oleh syara’ sebagai momentum napak tilas sejarah nabi Ibrahim AS. Selain daripada mengkaji sejarah perjuangannya kita tidak boleh melupakan substansi berkurbang binatang tersebut, yang antara lain mengkorbankan dan membunuh sifat kebinatangan yang melekat pada diri kita.
Totalitas pengorbanan tersebut yang harus kita garis bawahi. Pengorbanan secara total tersebutlah yang diikuti oleh baginda nabi Agung Muhammad SAW. Karena bukan lagi harta atau sekedar jabatan, bahkan anak yang dicintainya harus dikorbankan. Pada akhir kisah tersebut terdapat sebuah konklusi bahwa ada tiga hal yang harus kita korbankan yaitu harta, tahta, dan cinta untuk meraih ridhaNya.
Ketiga, Keberhasilan mendidik generasi
Kesuksesan medidik generasi puteranya yaitu Ismail dan Ishak, keduanya menjadi orang-orang besar. Bahkan nabi Muhammad SAW termasuk keturunan dari keduanya. Hari ini, sedikit sekali kita dapat menemukan orang tua yang sukses kemudian melahirkan anak-anaknya yang sukses pula. Banyak orang-orang besar namun anaknya tidak dapat mengikuti jejak ayahnya. Untuk itu, mudah-mudahan dihari raya qurban ini, kita dapat meningkatkan dan mempertahankan loyalitas keimanan, berkorban dengan totalitas, mendidik generasi dengan sebaik-baiknya, diberikan kesempatan berkorban, dan pada titik puncak kita mendapatkan ridhaNya. Amin. (Zein)
Drs. H. Endang Badarrahman, MA
Pengajar PP Asshiddiqiyah
0 komentar :
Posting Komentar